MENUJU INSAN MUTTAQIN

Ditulis oleh Gusti Orrin Prayudi Wardhana untuk Surat Kabar Mercu Benua

Sebagai bulan mulia, Ramadhan memang patut disambut gembira.  Gembira, sebab Ramadhan menjanjikan segalanya.  Ramadhan membuat pintu-pintu surga terbuka, tertutupnya pintu neraka, dan setan-setan pun dibelenggu sebagaimana sabda  Rasulullah SAW  : “Apabila tiba bulan Ramadhan, dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka serta syaitan-syaitan dibelenggu.” (HR. Bukhari – Muslim).  Ramadhan juga memberikan ‘bonus pahala’, satu amalan sunnah dihargai sebagai amalan wajib dan satu amalan wajib diganjar dengan tujuh puluh amalan wajib di bulan lain. Ramadhan  menjanjikan ampunan dan rahmat sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah SWT membukakan dan  menurunkan untuk kalian rahmat, menghapuskan kesalahan-kesalahan, dan mengabulkan do’a. Allah SWT melihat persaingan kalian dan para malaikat menyenangi kalian. Allah SWT akan menyirami kalian dengan kebaikan. Sungguh celaka siapa saja yang telah diharamkan atasnya rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Ath Thabrani).  Lebih jauh, Ramadhan akan membentuk manusia bertaqwa (muttaqin).  Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian (menjadi orang) bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 183)

Taqwa adalah  kata yang sungguh sangat tidak asing lagi di telinga kita.  Pidato-pidato resmi keagamaan senantiasa memuat kata taqwa sebagai pembuka.  Sumpah jabatan menghendaki seorang pejabat untuk bertaqwa.  Anjuran dan himbauan para ustadz tak pernah lepas dari ajakan taqwa.  Bahkan, ajakan taqwa terus berkumandang dalam khutbah-khutbah jum’at.  Namun, semua terasa hambar karena tak pernah terasa realisasinya.  Indonesia – negeri muslim terbesar – mantap bercokol di urutan teratas dunia dalam bidang korupsi.  Pabrik pil ecstasy  terbesar kedua di dunia juga ada di negeri ini.  Pabrik miras dibiarkan  terus berproduksi sambil merazia peredaran di warung-warung kecil. Bebas merebaknya pornografi-pornoaksi menempatkan Indonesia di peringkat kedua negeri terporno di bawah Rusia. Pendek kata, mana dampak dari taqwa tersebut ?  Dengan Ramadhan kali ini sudah selayaknya kita merenungi kembali makna taqwa dan menancapkannya dalam diri untuk kemudian menjadi penentu arah kehidupan.

Sebagian ulama salafush shalih mendefinisikan taqwa sebagai takut kepada Allah Yang Maha Agung (Al Jalil), menerapkan wahyu yang diturunkan (at tanzil), dan mempersiapkan diri menghadapi hari kematian (al rahil).  Secara umum, taqwa diartikan dengan mentaati segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.  Perasaan takut kepada Allah SWT dapat menjadikan seseorang dekat dengan-Nya dan tunduk kepada-Nya.  Dia diselimuti oleh keimanan sehingga segala perintah Allah SWT akan dilaksanakannya dan segala larangan Allah SWT akan ditinggalkannya.  Syekh Taqiyuddin An Nabhani – pendiri Hizbut Tahrir – menyatakan bahwa perintah dan larangan (aturan-aturan) Allah SWT tersebut meliputi perintah dan larangan yang mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta (al Khalik) dalam hal aqidah dan ibadah; mengatur hubungan dengan dirinya sendiri dalam hal makanan (math’umat), minuman (masyrubat), pakaian (malbusat), dan akhlak; juga mengatur hubungan dengan manusia lainnya dalam hal mu’amalah seperti politik (siyasah), pendidikan (ta’limiyah), ekonomi (iqtishodiyah), sosial (ijtima’iyah) serta dalam hal sanksi dan peradilan (‘uqubat).  Inilah yang dinamakan Islam kaffah (menyeluruh).  Dan, bukankah kita diperintahkan untuk masuk Islam secara kaffah ?  Allah SWT berfirnan : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaitan.”

Aturan-aturan Islam secara kaffah ini telah dijelaskan secara rinci di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah.  Allah SWT telah menjelaskan segala sesuatunya.  Firman-Nya : “Dan telah Kami turunkan al kitab (Al Qur’an) kepadamu sebagai penjelas bagi segala sesuatu.” (QS. An Nahl : 89).

Sungguh, bukan merupakan suatu kebetulan, kalau Allah SWT juga menurunkan Al Qur’an di bulan Ramadhan.  Pasti ada hubungan antara taqwa yang menjadi tujuan puasa Ramadhan dengan diturunkannya Al Qur’an di bulan Ramadhan.   Bukankah taqwa adalah mentaati aturan-Nya ?  Dan bukankah aturan-aturan Allah SWT dijumpai dalam Al Qur’an ?  Dan bukankah Al Qur’an adalah petunjuk hidup ?  Allah SWT berfirman : “Bulan Ramadhan, bulan yang diturunkan al Qur’an di dalamnya, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (QS. Al Baqarah : 185).

Di dalam Al Qur’an kita temukan berbagai aturan-aturan kaffah dari Allah SWT.  Dan semuanya wajib untuk dipedomani.  Mengabaikan petunjuk Al Qur’an akan membawa pelakunya kepada perbuatan dosa.  Tidak mau berhukum kepada Al Qur’an hanya akan menjadikan pelakunya dicap kafir (QS. Al Maidah : 44), zhalim (QS. Al Maidah : 45), dan  fasiq (QS. Al Maidah : 49).

Tentu saja, bagi manusia muttaqin pelaksanaan aturan-aturan Allah SWT senantiasa menjadi fokus perhatiannya.  Ramadhan diharapkan mencetak manusia-manusia yang tunduk total di hadapan aturan Allah SWT.  Sayangnya, saat ini aturan-aturan Allah SWT masih tetap diabaikan.  Menjadi tugas manusia muttaqin untuk berusaha menerapkannya dalam kancah kehidupan.  Jika tidak, masihkah kita sanggup mengaku sebagai manusia muttaqin ?  Wallahu a’lam !

Tinggalkan komentar